Rabu, 11 Desember 2013
Sejarah Palang Merah Remaja
Terbentuknya Palang Merah Remaja dilatar belakangi oleh terjadinya Perang Dunia I (1914 – 1918) pada waktu itu Australia sedang mengalami peperangan. Karena Palang Merah Australia kekurangan tenaga untuk memberikan bantuan, akhirnya mengerahkan anak-anak sekolah supaya turut membantu sesuai dengan kemampuannya. Mereka diberikan tugas – tugas ringan seperti mengumpulkan pakaian-pakaian bekas dan majalah-majalah serta Koran bekas. Anak-anak tersebut terhimpun dalam suatu badan yang disebut Palang Merah Remaja. Pada tahun 1919 didalam siding Liga Perhimpunan Palang Merah Internasional diputuskan bahwa gerakan Palang Merah Remaja menjadi satu bagian dari perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Kemudian usaha tersebut diikuti oleh Negara-negara lain. Dan pada tahun 1960, dari 145 Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sebagian besar sudah memiliki Palang Merah Remaja. Di Indonesia pada Kongres PMI ke-IV tepatnya bulan Januari 1950 di Jakarta, PMI membentuk Palang Merah Remaja yang dipimpin oleh Ny. Siti Dasimah dan Paramita Abdurrahman. Pada tanggal 1 Maret 1950 berdirilah Palang Merah Remaja secara resmi di Indonesia. Sebelumnya pada awal pendirian bernama Palang Merah Pemuda (PMP) kemudian menjadi Palang Merah Remaja (PMR).
Sejarah Palang Merah Indonesia
Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa sebelum Perang Dunia Ke-II. Saat itu, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1873 Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (Nerkai), yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.
Perjuangan untuk mendirikan Palang Merah Indonesia sendiri diawali sekitar tahun 1932. Kegiatan tersebut dipelopori oleh Dr. RCL Senduk dan Dr Bahder Djohan. Rencana tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut ke dalam sidang Konferensi Nerkai pada tahun 1940 walaupun akhirnya ditolak mentah-mentah. Terpaksa rancangan itu disimpan untuk menunggu kesempatan yang tepat. Seperti tak kenal menyerah, saat pendudukan Jepang, mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk kedua kalinya rancangan itu harus kembali disimpan.
Tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, yaitu pada tanggal 3 September 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk membentuk suatu badan Palang Merah Nasional. Atas perintah Presiden, maka Dr. Buntaran yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia Kabinet I, pada tanggal 5 September 1945 membentuk Panitia 5 yang terdiri dari: dr R. Mochtar (Ketua), dr. Bahder Djohan (Penulis), dan dr Djuhana; dr Marzuki; dr. Sitanala (anggota).
Akhirnya Perhimpunan Palang Merah Indonesia berhasil dibentuk pada 17 September 1945 dan merintis kegiatannya melalui bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Republik Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang. Oleh karena kinerja tersebut, PMI mendapat pengakuan secara Internasional pada tahun 1950 dengan menjadi anggota Palang Merah Internasional dan disahkan keberadaannya secara nasional melalui Keppres No.25 tahun 1959 dan kemudian diperkuat dengan Keppres No.246 tahun 1963.
Kini jaringan kerja PMI tersebar di 30 Daerah Propinsi / Tk.I dan 323 cabang di daerah Tk.II serta dukungan operasional 165 unit Transfusi Darah di seluruh Indonesia.
PERAN DAN TUGAS PMI
Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.
Tugas Pokok PMI:
+ Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana
+ Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan
+ Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
+ Pelayanan transfusi darah ( sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 18 tahun 1980)
Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yaitu Kemanusiaan, Kesukarelaan, Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan dan Kesemestaan.
SEKILAS KINERJA PMI DARI MASA KE MASA
DASAWARSA I 1945 -1954
Pada masa perang kemerdekaan RI, peranan PMI yang menonjol adalah di bidang Pertolongan pertama, Pengungsian, Dapur Umum, pencarian dan pengurusan repatriasi, bekerjasama dengan ICRC dan Palang Merah Belanda untuk Romusha, Heiho , Tionghoa; anak-anak Indo Belanda dan 35.000 tawanan sipil Belanda dan para Hoakian yang kembali ke RRC. Sementara itu diadakan pula pendidikan untuk para juru rawat yang akan dikirim ke pos-pos P3K di daerah pertempuran.
Saat itu sudah ada 40 cabang PMI di seluruh Indonesia dan setiap cabang memiliki dua buah Pos P3K sebagai Tim Mobil Collone.
Rumah Sakit Umum Palang Merah di Bogor yang semula di bawah pengelolaan Nerkai, pada tahun 1948 disumbangkan kepada PMI Cabang Bogor dengan nama Rumah Sakit Kedunghalang dan sejak tahun 1951 dikelola menjadi Rumah Sakit Umum PMI hingga sekarang.
PMI juga mulai menyelenggarakan kegiatan pelayanan sumbangan darah yang masih terbatas di Jakarta dan beberapa kota besar seperti Semarang, Medan, Surabaya dan Makasar dengan nama Dinas Dermawan Darah.
Dalam peristiwa pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan), PMI bekerjasama dengan ICRC melaksanakan pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh Dr. Bahder Djohan dan BPH Bintara berupa Rumah Sakit terapung di Ambon. Juga diadakan penyampaian berita keluarga yang hilang/ terpisah serta mengunjungi tawanan.
PMI mulai mengembangkan kegiatan kepemudaan dengan 7.638 anggota remaja di 29 Cabang PMI. Bekerjasama dengan Yayasan Kesejahteraan Guru, murid dan anak-anak sepakat membentuk unit PMR di sekolah-sekolah, penerbitan majalah PMR, korespodensi, pertukaran album, lomba, pameran lukisan, serta penyelenggaraan sanatoria (perawatan paru-paru untuk anak-anak).
DASAWARSA II 1955 - 1964
Akibat Pemberontakan PRRI di Sumatera Barat dan Permesta di Sulawesi Utara, Markas Besar PMI mengirimkan kapal-kapal PMI ke daerah tersebut untuk menjemput orang-orang asing di sana dan juga mengirimkan 4 tim medis ke Sumatera serta 6 tim ke Sulawesi Utara.
Setelah Presiden Soekarno mencetuskan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk membebaskan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1961, Pengurus Besar PMI memanggil Kesatuan Sukarela seluruh Cabang untuk siap siaga. Kemudian terbentuklah Kesatuan Nasional yang terdiri dari 11 cabang yang telah diseleksi. Sukarelawan Palang Merah yang ditugaskan sebagai perawat berjumlah 259 orang dan 770 orang sebagai cadangan.
Pada peristiwa Aru 15 Januari 1952, yaitu tenggelamnya Kapal Perang RI Macan Tutul, sebanyak 55 orang awak kapal perang tersebut menjadi tawanan Belanda sehingga atas permintaan Menteri/KSAL, PMI menghubungi ICRC untuk menangani tawanan tersebut. Berkat usaha Sekjen PBB, pihak Belanda menyetujui penyerahan awak kapal di Singapura.
Pada tahun 1963 ketika Gunung Agung di Bali meletus , PMI bersama Dinkes Angkatan Darat RI membantu penanggulangan para korban bencana tersebut.
Ketika Tim Kesatuan Nasional PMI ke Kalimantan Barat dalam rangka Dwikora (Dwi Komando Rakyat), telah dikirimkan Tim Kesehatan Nasional untuk membantu Operasi TUMPAS di Sulawesi Selatan.
DASA WARSA III 1965-1975
Penerbitan Surat Keputusan mengenai Peraturan menteri Kesehatan RI No.23 dan No.024 mengenai pengakuan Pemerintah RI untuk pertamakali terhadap keberadaan Usaha Transfusi Darah (UTD) PMI.
Dalam peringatan HUT PMI ke-25 , 17 September 1970 , Pengurus Besar PMI mengeluarkan suatu medali khusus dan penghargaan kepada perintis-perintis PMI, seperti: Drs. Moh. Hatta dan Prof. Dr. bahder Johan dan Pengurus PMI Daerah/Cabang seluruh Indonesia.
Setahun kemudian ,1971 diresmikan berdirinya suatu DAJR (Dinas Ambulance Jalan Raya)
Jakarta - Bandung sebanyak 7 pos yang dipusatkan di RSU-PMI Bogor. Ambilans yang digunakan adalah ambulance Falcon yang dilengkapi personil, alat-alat pertolongan pertama, dan telepon radio.
DASAWARSA IV 1975 -1984
Kerjasama PMI-ICRC
PMI mulai berperan di Timor Timur bulan Agustus 1975 sejak mengalirnya pengungsi Timor Timur ke perbatasan Timor Barat di Atambua. Operasi kemanusiaan di Dili dimulai bulan Desember 1975 atas permintaan PSTT (Pemerintah Sementara Timor Timur). Kemudian kelak pada bulan Oktober tahun 1979 PMI bekerja sama dengan ICRC mulai membuka pos bantuan relief di 7 Kecamatan terpencil di Timor Timur.
Atas permintaan Pemerintah RI, PMI didukung UNHCR membentu pengungsi Vietnam di Pulau Galang dalam bidang kesehatan dan kesejahtraan social, antara lain dengan mendirikan RS Pulau Galang. PMI juga mengadakan Tracing and Mail Service bekerjasama dengan ICRC.
Bencana Alam
Ketika gempa bumi melanda Bali Juli 1976 yang melanda 3 dari 5 kabupaten
PMI mengerahkan tenaga sukarela, membuka Dapur Umum dan membantu perbaikan 500 buah rumah. Bekerjasama dengan tim medis dari Angkatan Darat, memberikan pelayanan kesehatan makanan dan obat-obatan.
Di tahun yang sama gempa bumi melanda Kecamayan Kurima dan Okbibab di Kabupaten Jayawijaya dengan kekuatan 6,8 Skala Richter.
PMI juga turun langsung membantu korban bencana Galunggung tahun 1982 selama beberapa bulan
Transfusi Darah
Tahun 1978 Pengurus Pusat memberikan penghargaan Pin Emas untuk pertamakalinya kepada donor darah sukarela 75 kali.
Ketentuan tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah dikeluarkan oleh pemerintah melali Peraturan Pemerintah No.18 th 1980
DASAWARSA V 1984 - 1994
Setelah beberapa kali pindah dari Jl.Abdul Muis ke beberapa lokasi, akhirnya kantor pusat PMI menetap di Jl.Jendral Gatot Subroto Kav.96 yang diresmikan oleh Presiden Suharto pada tahun 1985.
Tracing and Mailing RRC- RI
Selain pelayanan Tracing and Mailing Service (TMS) untuk pengungsi di Pulau Galang, pada tahun 1987 TMS PMI mengurus kunjungan keluarga dari RRC ke Indonesia yang pertama kalinya sejak hubungan diplomatik kedua negara itu tahun 1967 terputus.
Di Jakarta, PMI ikut membantu para korban musibah tabrakan kereta api Bintaro berupa pertolongan P3K, Transfusi Darah, TMS, serta pemberian pakaian pantas di sejumlah RS di Jakarta tempat korban dirawat.
Bencana alam
PMI mengerahkan 700 orang KSR/PMR dan 8 tenaga dokter untuk membantu korban banjir bandang di Semarang Jawa Tengah dan juga ikut membantu korban Letusan Gunung Kelud Jawa Timur tahun 1990 dengan bantuan pangan dan obat-obatan senilai Rp.8.583.400,-
Untuk turut menanggulangi bencana gempa bumi Tsunami di Flores 12 Desember 1992, PMI membentuk Satgas KSR Serbaguna yang disebut SATGAS MERPATI I.
Perang Teluk tahun 1991
Dengan pecahnya Perang Teluk, Pemerintah Indonesia mempercayakan kepada PMI untuk memimpin pengiriman bantuan masyarakat Indonesia dengan pesawat khusus ke Jordania, untuk korban Perang Teluk sebanyak dua kali. Bantuan sandang, pangan, obat-obatan dan peralatan listrik yang diberikan senilai 249 juta rupiah.
Uji Saring Darah HIV
Penyebaran virus HIV yang semakin meningkat mendorong terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan RI No.622/1992 tentang kewajiban pemeriksaan virus HIV pada donor darah. Sejalan dengan itu, Depkes RI memberikan bantuan reagensia untuk pemeriksaan virus HIV kepada PMI yang diperuntukkan bagi segenap UTDC-PMI.
Temu Karya KSR
Pada bulan Juli 1992 diadakan Temu karya dan Lomba KSR Tingkat Nasional di Lombok NTB diikuti pula oleh peserta dari Singapura, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Jepang.
DASAWARSA VI 1994 - 2004
Bencana Alam (Gempa Bumi)
Kembali pada tahun 1994 ,Pengurus Pusat membentuk Tim SATGAS MERPATI II untuk membantu korban bencana Gempa Bumi di Liwa-Lampung Barat dan Tsunami di Banyuwangi-Jawa Timur.
Juga pada tahun 1999, saat propinsi Bengkulu ditimpa gempa berkekuatan 7,9 skala richter, PMI dengan dukungan fasilitas Federasi Internasional dan Palang Merah Norwegia mendirikan rumah sakit lapangan berkapasitas 150 bed menggantikan fungsi rumah sakit setempat yang rusak di kota itu selama 10 bulan.
Gempa lainnya berskala 6,5 richter juga menimpa Banggai di Sulawesi Tengah pada bulan Mei 2002, dan beberapa bulan kemudian pada Juli 2000 gempa terjadi juga di 24 Kecamatan di Sukabumi dan Bogor.
Banjir
Akhir tahun 2000 banjir menimpa wilayah Aceh. Dengan bantuan ICRC di Lhoksumawe, Tim PMI ikut turun tangan membersihkan jalan-jalan dan fasilitas sosial lainnya dan memberikan bantuan 4000 paket bantuan alat kebersihan. Pada periode yang sama, banjir juga melanda Gorontalo Sulawesi Tengah yang mengakibatkan wilayah tersebut terutama di Kecamatan Ranoyapo terisolir banjir.
Banjir Lumpur dikuti longsor juga melanda wilayah Jawa Barat selama beberapa hari pada bulan Pebruari. Banjir bandang terjadi pula di NTB. 1000 paket bantuan PMI dan 610 petromaks disumbangkan oleh Federasi Internasional melalui PMI.
Awal Agustus 2001, banjir besar juga telah menghancurkan 8 Kecamatan di Kabupaten Nias Sumetera Utara. PMI telah mengirimkan obat-obatan dan bantuan paket keluarga berupa peralatan dapur, kelambu nyamuk, pakaian, selimut dan gula untuk memenuhi kebutuhan darurat sehari-hari di Nias.
Penanggulangan Bencana Konflik
Suatu konflik vertikal telah berlangsung di Aceh sejak Januari 2000, konflik horizontal di Poso Sulawesi Tengah pada 23 Mei 2000 dan kerusuhan hebat di Maluku Utara pada 17 Mei 2001. Di Aceh PMI bekerjasama dengan ICRC secara intensif melakukan kegiatan evakuasi korban luka dan mayat, membagikan bantuan pangan, pelayanan kesehatan darurat serta penyampaian berita keluarga. Sedangkan untuk Poso, PMI berkoordinasi dengan ICRC menyalurkan bantuan 4000 paket keluarga diikuti bantuan dari RCTI berupa tikar, sarung, handuk, jerigen, sabun mandi, sabun cuci dan pakaian yang diperuntukkan kepada 2000 orang. Sedang untuk konflik yang terjadi di Maluku Utara, kembali PMI bekerjasama dengan ICRC menyalurkan 5.655 paket bantuan keluarga kepada korban disamping pelayanan kesehatan di Tobelo dan Galela. Bantuan tambahan sebanyak 4500 paket dan 2000 unit peralatan sekolah dan seragam dari Kedutaan Besar Jepang. Di samping itu bantuan satu unit kendaraan juga telah dikirim ke Ternate dari Jakarta untuk membantu operasional teknis lapangan.
CBFA- Tarakan dan Lampung
Proyek pengembangan kesehatan berbasis masyarakat (CBFA) telah dimulai di Kalimantan Timur dan Tengah sejak Juni 2000. Bantuan disponsori oleh Palang Merah Belanda dengan Fasilitas Federasi Internasional bertujuan memperbaiki status kesehatan masyarakat di wilayah sasaran.
PMI KINI
Dalam rangka menghadapi perkembangan masyarakat Indonesia di masa depan yang semakin global dalam suasana yang semakin demokratis maka PMI harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebagai stakeholder untuk ikut mengambil peran aktif di dalamnya.
Karena itu, PMI telah menetapkan misi dan visi dengan tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip kepalangmerahan dan digariskan di dalam garis-Garis Kebijakan PMI 2000 - 2004 :
- Visi
- Misi
- Menyebarluaskan dan mengembangkan aplikasi prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah serta Hukum perikemanusiaan Internasional (HPI) dalam masyarakat Indonesia.
- Melaksanakan pelayanan kepalangmerahan yang bermutu dan tepat waktu, mencakup:
- Bantuan kemanusiaan dalam keadaan darurat
- Pelayanan sosial dan kesehatan masyarakat
- Usaha Kesehatan Transfusi Darah
- Pembinaan Generasi Muda dalam kepalangmerahan, kesehatan dan kesejahteraan.
- Melakukan konsolidasi organisasi, pembinaan potensi dan peningkatan potensi sumber daya manusia dan sumber dana untuk menuju PMI yang efektif dan efiesien.
PMI diakui secara luas sebagai organisasi kemanusiaan yang mampu menyediakan pelayanan kepalangmerahan yang efektif dan tepat waktu, terutama kepada mereka yang paling membutuhkan, dalam semangat kenetralan dan kemandirian.
PROGRAM STRATEGIS PENGEMBANGAN ORGANISASI
- TUJUAN
- PROGRAM 2002
- Melanjutkan upaya akurasi data kapasitas organisasi daerah dan cabang dari hasil respon kuistioner yang diberikan Daerah dan Cabang dan Laporan Persemester atau Tahunan.
- Menyusun pola standar Orientasi Kepalangmerahan dan implementasi manajemen PMI bagi pengurus.
- Memberikan arahan kepada Daerah untuk mengaktifkan fungsinya melalui:
- Pengamatan aktif, advokasi dan membantu implementasi AD/ART, khususnya di dalam MUSDA dan MUKERDA.
- Lokakarya Manajemen dan Organisasi bagi daerah dan beberapa cabang terpilih.
- Orientasi kepalangmerahan dan manajemen organisasi untuk daerah dan cabang-cabang yang dimiliki.
- Membina Rencana Strategis Pengembangan Organisasi melalui kinerja tim OD
- Lokakarya bagi pengembangan fungsi markas pusat bagi Kepala Unit Daerah (KAMADA)
- Melanjutkan pemberian bantuan kepada korban gempa bumi di Bengkulu, dengan pilot program OD di PMI Bengkulu, untuk mendukung implementasi program CBFA, water and sanitation in Bengkulu.
- Memantapkan persiapan untuk MUKERNAS tahun 2002
- Menerbitkan perangkat lunak bagi pengembangan manajemen dan organisasi seperti Petunjuk Bagi Pengurus PMI.
Menyempurnakan organisasi dan tata laksana PMI di semua tingkatan untuk persiapan peningkatan kemandirian dan kenetralan PMI dalam 5 tahun ke depan.
Jumlah Daerah : 30 daerah
Jumlah Cabang : 323 cabang
Jumlah Ranting : 450 ranting
Jumlah KSR : 28.554 orang
Jumlah TSR : 22.347 orang
Jumlah PMR : 70.127 orang
Sejarah Palang Merah Internasional
PALANG MERAH INTERNASIONAL
ARTI PALANG MERAH :
Suatu perhimpunan yang anggotanya memberikan pertolongan secara
sukarela kepada setiap manusia yang sedang menderita tanpa membeda –
bedakan bangsa, golongan, agama dan politik.
SEJARAH
Berawal dengan pecahnya perang antara pasukan Perancis dan Italia melawanAustria
pada tahun 1859 di Selferino (Italia Utara), Henry Dunant menyaksikan
terjadinya perang tersebut dimana banyak korban perang yang tidak
mendapat pertolongan, sehingga timbul ide atau gagasan untuk memberi
pertolongan kepada korban perang tersebut. Pengalaman selama beberapa
hari bergelut dimedan
perang, ia tuangkan di dalam buku yang ditulisnya pada tahun 1962 bejudul “ A Memory of Solferino “ (Kenangan di Solferino). Buku tersebut berkisah tentang kondisi yang ditimbulkan oleh peperangan dan mengusulkan agar dibentuk satuan tenaga sukarela yang bernaung di bawah suatu lembaga yang memberikan pertolongan kepada orang yang terluka di
medan
perang.
1. KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH ( KIPM )
(International Committee of the Red Cross)
Latar belakang berdirinya
Buku kenangan di Solferino (a
memory of solferino) sangat menarik perhatian masyarakat diantaranya 4
orang penduduk Jenewa, yaitu :
1. General Dufour 3. Dr. Theodore Maunoir
2. Dr. Louis Appia 4. Gustave Moynier
4 orang tersebut bersama Henry Dunant membentuk Komite Lima
(1963), mereka merintis terbentuknya KIPM yang kemudian menjadi Internasional Committee of the Red Cross (ICRC).
Pada tanggal 22 agustus 1864 atas prakarsa ICRC, pemerintah Swiss
menyelenggarakan suatu konferensi yang diikuti oleh 12 kepala negara
yang menandatangani perjanjian Internasional yang dikenal dengan :KONVENSI JENEWA I
|
Karena tanda Palang Merah
diasumsikan mempunyai arti khusus, maka pada tahun 1876 simbol bulan
sabit merah disahkan untuk digunakan oleh Negara-negara Islam. Kedua
symbol tersebut memiliki arti dan nilai yang sama.
“Konferensi Internasional Palang Merah “ yang diselenggarakan 4 tahun sekali
dan dihadiri oleh ICRC, Federasi, Perhimpunan Nasional dan Pemerintah
peserta peratifikasi Konvensi Jenewa tahun 1949. Pertemuan itu membahas
persoalan – persoalan umum dan menampung usul – usul serta resolusi di
samping mengambil keputusan.Para
peserta konferensi memilih anggota Standing Commission (Komisi Tetap)
yang bersidang pada waktu diantara dua konferensi Internasional.
2. FEDERASI INTERNASIONAL PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH (IFRC)
(International Federation of The Red Cross)
Latar belakang berdirinya
Dengan berakhirnya Perang Dunia I, berbagai epidemi penyakit berjangkit bencana kelaparan menjalar. Melihat kenyataan itu, Henry P. Davidson warga negara Amerika, merasa perlu mendirikan suatu organisasi yang menangani masalah bantuan tersebut. Organisasi ini resmi didirikan pada tanggal 5 Mei 1919 dalam suatu Konferensi Kesehatan Internasional di Cannas Perancis. Palang Merah Indonesia
termasuk anggota ke 68. Organisasi
BADAN TERTINGGI ORGANISASI :
Badan tertinggi penentuan kebijaksanaan adalah disebut “General Assembly Board of Gevernors”.
General Assembly atau sidang umum dihadiri oleh wakil-wakil dari semua
anggota federasi dan bersidang tiap 2 tahun, Presiden Federasi dipilih
tiap 4 tahun. Jika General Assembly tidak besidang, maka kebijakan
tertinggi dilaksanakan oleh “Executive” yang aggotanya terdiri dari 16 Perhimpunan Nasional (dipilih berdasarkan letak goegrafis), Presiden dan Sekjen Federasi.
3. PRINSIP – PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNASIONAL
Semua kegiatan kemanusiaan
dilandasi oleh 7 prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah Internasional. Ketujuh prinsip ini disahkan dalam Konferensi
Internasional Palang Merah ke XX di Wina tahun 1965. Ketujuh prinsip ini
juga disahkan dalam Munas XIV Palang Merah Indonesia di Jakarta pada
tahun 1986.
1. KEMANUSIAAN ( Humanity )
Gerakan Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan
memberikan pertolongan tanpa membedakan korban terluka di dalam
pertempuran, berupaya dalam kemampuan bangsa dan antar bangsa, mencegah
dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan
saling pengertian, kerjasama dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.
2. KESAMAAN ( Impartiality )
Gerakan ini tidak
membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama/kepercayaan
tingkatan atau pandangan politik. Tujuannya semata – mata mengurangi
penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan
yang paling parah.
3. KENETRALAN ( Neutrality )
Agar senantiasa mendapat
kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau
melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau
idiologi.
4. KEMANDIRIAN (Independence
)
Gerakan ini bersifat mandiri.
Perhimpunan Nasional disamping membantu Pemerintahannya dalam bidang
kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu
menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sesuai dengan prinsip –
prinsip gerakan ini.
5. KESUKARELAAN ( Voluntary Service )
Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apapun.
6. KESATUAN ( Unity )
6. KESATUAN ( Unity )
Didalam suatu negara hanya ada
satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang terbuka untuk
semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
7. KESEMESTAAN ( Universality )
Gerakan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap perhimpunan
mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama
manusia.
KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH (KIPM)
|
FEDERASI INTERNASIONAL PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH
|
PERHIMPUNAN PALANG MARAH dan BULAN SABIT MERAH NASIONAL
|
Internasional Committee of the Red Cross (ICRC)
§ Markas Besar di Jenewa, anggota dewan ekskutifnya maksimal 25 orang warga negara Swiss.
§ TUJUAN :
Menjadi perantara NETRAL mengenai hal kemanusiaan dalam pertikaian politik, perang saudara dan kerusuhan dalam negeri.
§ TUGAS
Memberikan perlindungan kepada
korban militer maupun sipil sebagai akibat konflik bersenjata, gangguan
dan ketegangan dalam negeri.
Petugas KIPM mengunjungi tawanan
perang/tawanan politik untukberdialog tanpa saksi sehingga dapat
diperoleh gambaran yang nyata tentang kondisi penahanan juga membantu
menyampaikan berita keluarga. Laporan tersebut bersifat rahasia.
§ Memberikan bantuan (sandang, pangan medis dan sanitasi) kepada korban konflik bersenjata tersebut.
§ Melakukan
pencarian pada saat terjadi konflik bersenjata maupun sesudahnya.
Mencari berita sampai mempersatukan keluarga yang terpisah akibat
perang.
§ Melakukan
PENYEBARLUASAN HPI dan prinsip – prinsip dasar gerakan Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah dengan tujuan menganjurkan penghormatan bagi kelompok
non-kombatan (tentara yang luka, tawanan serta warga sipil). Disamping
membatasi kekejaman, pengrusakan dan mempermudah bantuan yang segera,
netral serta tidak memihak kepada para korban konflik bersenjata.
§ Dana, sumbangan sukarela dari pemerintah dan Perhimpunan Nasional.
|
International Federation of the Red Cross and Red Crescent society.
§ Markas Besar di Jenewa. Secretariat Federasi dipimpin oleh Sekjen mempunyai pegawai yang terdiri dari bermacam – macam bangsa.
§ Tujuan :
Mencegah
dan meringankan penderitaan manusia melalui kegiatan Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah nasional yang merupakan sumbangan untuk perdamaian.
§ Tugas :
1. Menggiatkan
PEMBENTUKAN dan pengembangan PERHIMPUNAN NASIONAL di seluruh dunia.
Federasi juga bertindak sebagai perantara, koordinator antara
Perhimpunan Palang Merah Internasional.
2. Memberikan
saran dan membantu Perhimpunan Nasional dalam meningkatkan,
mengkoordinasi BANTUAN Internasional untuk KORBAN BENCANA ALAM dan PARA
PENGUNGSI di luar daerah pertikaian, seringkali dengan melancarkan
permintaan bantuan ke seluruh dunia.
3. Mengembangkan pembentukan rencana KESIAPSIAGAAN NASIONAL terhadaP BENCANA ALAM.
4. Menggiatkan
dan mengkoordinasi pertukaran gagasan kemanusiaan bagi pendidikan anak
dan remaja diantara Perhimpunan Nasional demi membina hubungan baik
antara remaja di seluruh dunia.
5. Membantu ICRC menyebarluaskan HPI dan PRINSIP – PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH dan BULAN SABIT MERAH.
§ Dana, iuran tahunan dari anggota dan sumbangan sukarela untuk bantuan dan pengembangan.
|
Perhimpunan Nasional harus
mendapat pengakuan dari KIPM, baru sah menjadi anggota federasi. Juga
harus diakui oleh Pemerintahannya sebagai Perhimpunan penolong yang
bersifat sukarela dan turut membantu Pemerintah. Sampai tahun 1992
anggota federasi ada 153 negara, PMI termasuk anggota ke-68.
§ Tugas :
Beraneka ragam tergantung kebutuhan negara yang bersangkutan, antara lain :
1. Memberikan bantuan darurat
2. Pelayanan kesehatan
3. Bantuan sosial bagi perorangan maupun kelompok
4. Latihan P3K
5. Melatih tenaga perawat
6. Transfusi darah
7. Pembinaan remaja
8. Di masa perang, membantu tawanan, pengungsi dan kaum interniran.
|
HUKUM PERIKEMANUSIAAN INTERNASIONAL ( H P I )
( Internasional Humaniterian Law )
Definisi :
HPI
adalah bagian dari hukum internasional yang memberikan perlindungan
terhadap anggota angkatan perang yang luka, sakit, dan tidak dapat lagi
ikut dalam peperangan serta penduduk sipil yang tidak ikut berperang.
Selain itu juga mengatur metode perang.
Maksud dan tujuan adanya HPI :
Mengatur perang yang terjadi
lebih manusiawi, bila perang itu tidak terhindarkan, menentukan orang –
orang yang tidak ikut dalam peperangan atau tidak dapat lagi ikut dalam
peperangan hendaknya dianggap manusia biasa yang patut dihargai dan
diperlakukan secara manusiawi.
Sasaran penyerangan hanya boleh
dilakukan terhadap obyek militer dan bukan obyek sipil. HPI sangat erat
kaitannya dengan Palang Merah, dimulai dengan lahirnya Konvensi Jenewa
1864 ( pertama ). Konvensi Jenewa telah dilengkapi dan diperbaiki pada tahun 1906, 1928, 1949 dan 2 protokol ditambahkan pada konvensi tersebut ditahun 1977.
4 konvensi Jenewa 1949 :
Konvensi I : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di darat yang luka
dan sakit, petugas kesehatan serta petugas dibidang agama.
Konvensi II : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di laut, petugas
kesehatan,
petugas agama serta kapal perang yang kandas.
Konvensi III : Perlindungan terhadap tawanan perang.
Konvensi IV : Perlindungan terhadap orang – orang sipil di masa perang.
Karena ke 4 Konvensi
tersebut belum mencakup perlindungan terhadap semua penderita yang
diakibatkan oleh pertikaian, maka pada tahun 1977 dikeluarkan 2 protokol
:
Protokol I : diterapkan pada konflik bersenjata internasional.
Protokol II : diterapkan pada konflik non internasional.
Tiap negara di dunia ikut mengesahkan dan menyetujui konvensi tersebut. Sekarang lebih dari 160 negara telah ikut menjadi peserta Konvensi Jenewa tahun 1942.
HPI perlu disebarluaskan :
Sesuai ketentuan, negara
penandatanganan Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol I dan II 1977,
mentaati dan menjamin, bahwa isi Konvensi tersebut diketahui dengan
sebaik – baiknya terutama oleh angkatan perang, Dinas Kesehatan dan
Rohaniawan ( golongan ini mempunyai hak dan kewajiban dalam Konvensi
Jenewa ). Masyarakat dan penduduk sipil juga harus memahami HPI ini,
agar mereka juga mengetahui hak – hak serta kewajiban dimasa pertikaian
bersenjata. Kegiatan perikemanusian Palang Merah untuk
menolong dan melindungi korban perang merupakan hak dan kewajiban
dibawah ketentuan Konvensi Jenewa 1949. Kegiatan ini harus semata – mata
bertujuan menolong korban perang sebagai manusia, terlepas dari
pertimbangan politik atau militer. Untuk itu PMI turut menyebar luaskan
HPI, terutama untuk kalangan PMI, yang dilakukan bersama dengan
penyebarluasan prinsip – prinsip Palang Merah.
Langganan:
Postingan (Atom)